Ruang Digital Aman Bukan Mimpi: Wujudkan Internet Ramah bagi Perempuan dan Anak

Sumber Gambar :

Di era digital, dunia maya bukan lagi ruang “optional” dalam kehidupan, melainkan panggung utama tempat interaksi, pembelajaran, ekspresi, dan perjuangan sosial.

Namun sayangnya banyak perempuan dan anak masih menjadi korban kekerasan digital, pelecehan daring, doxing, serta eksploitasi tak terlihat yang mengancam keselamatan fisik dan psikologis mereka. 

Baca Juga: Ngerasa Gagap dan Kurang Pede Tampil Depan Umum? Ini yang Harus Kamu Lakukan

Agar janji ruang digital yang inklusif dan aman bisa menjadi kenyataan, diperlukan langkah terobosan dan kolaborasi di semua level, mulai dari kebijakan, edukasi, teknologi, hingga partisipasi masyarakat. 

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menekankan bahwa ruang digital yang aman bagi perempuan dan anak harus menjadi perhatian serius para pemangku kepentingan dan masyarakat luas. Beliau mendesak agar kebijakan perlindungan menyeluruh segera direalisasikan agar ancaman kekerasan di ruang digital bisa ditekan secara nyata. 

Ancaman Nyata di Ruang Digital

Data berbicara keras dan tak bisa diabaikan. Pada 2024, Komisi Nasional Perempuan mencatat bahwa 61 persen korban kekerasan digital adalah perempuan. 

Sementara itu, lembaga Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) melaporkan bahwa 70 persen korban doxing (Pengungkapan data pribadi secara tidak sah) juga adalah perempuan.   Lebih mencengangkan lagi, menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pada 2025 tercatat lebih dari 80.000 anak terlibat dalam aktivitas judi online.

Data ini memantik alarm bahwa ruang digital bukan cuma arena hiburan atau pendidikan, tetapu bisa berubah menjadi jebakan berbahaya. 

Baca Juga: Menuju Indonesia Inklusif: Wujudkan Akses Informasi Digital untuk Semua

Selain itu, survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) pada tahun 2024 menunjukkan bahwa 4 dari 100 anak (usia remaja) pernah mengalami kekerasan seksual non-kontak melalui media sosial atau konten daring. 

Proyeksi bahwa penetrasi internet anak juga kian meningkat. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 40 persen anak mengakses internet pada 2018 meningkat menjadi 74 persen pada 2023.

Angka-angka ini memperlihatkan bahwa hanya memiliki regulasi dasar saja tidak cukup. Lebih dari itu, harus ada strategi holistik untuk memastikan perempuan dan anak bisa aktif di ruang digital tanpa ketakutan, dilecehkan, atau disalahgunakan.

Pilar Perlindungan Digital yang Harus Digarap Bersamaan

Agar ruang digital aman bukan hanya idealisme, beberapa pilar strategis harus dibangun secara simultan:

  • Kebijakan dan Regulasi Tegas dan Penegakan Konsisten
  • Literasi Digital dan Pendidikan Keamanan Siber
  • Teknologi dan Platform sebagai Filter Protektif
  • Layanan Dukungan & Penanganan Per Sisi Korban
  • Kolaborasi Multi-Pihak & Pengawasan Publik

Kenapa Kita Harus Bertindak Sekarang?

  • Generasi muda dalam risiko: Jika anak-anak dan perempuan dibiarkan terpapar ancaman digital tanpa proteksi, potensi kerusakan psikologis, sosial, dan pembentukan karakter mereka bisa terganggu. 
  • Efek domino terhadap bangsa: Seperti yang dikemukakan Lestari, jika dinamika kehidupan perempuan dan anak terganggu, masa depan bangsa terancam ikut mandek. 
  • Sarana pertumbuhan – bukan jebakan: Ruang digital memiliki potensi luar biasa bagi pendidikan, ekonomi mikro, kreativitas. Tapi potensi ini hanya bisa dimaksimalkan jika aman, inklusif, dan manusiawi.
  • Tanggungjawab kolektif: Keamanan digital bukan cuma tugas pemerintah atau lembaga teknologi semata. Masyarakat juga punya tugas: menjadi pengguna bijak, melapor jika melihat pelanggaran, mendukung korban, dan menolak budaya kekerasan siber.

Langkah nyata yang dapat dilakukan oleh siapa saja

  • Gunakan konfigurasi privasi sebaik mungkin
  • Jangan pernah bagikan data sensitif sembarangan
  • Edukasi diri dan sekitar
  • Laporkan setiap pelanggaran 
  • Dukung organisasi & komunitas 

Tantangan & Catatan Perhatian

  • Kesenjangan digital antar wilayah
  • Resistensi regulasi terhadap kebebasan berekspresi
  • Kapabilitas aparat dan lembaga
  • Pengawasan dan evaluasi

Momentum untuk Bertindak

Ruang digital yang aman bagi perempuan dan anak menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Data kekerasan daring sudah berbicara, ancaman terhadap generasi penerus sudah nyata. Maka, suara kita, pemerintah, lembaga, masyarakat sipil, individu, harus bersatu untuk mewujudkan transformasi ini. 

Jangan tunggu lain waktu atau sampai menundanya sebab kebijakan perlindungan digital menyeluruh harus segera direalisasikan.  

Kita semua bertanggungjawab agar perempuan dan anak tak lagi hidup dalam ketakutan digital, tapi dalam ruang maya yang aman, produktif, dan merdeka berekspresi. 

Mari bergerak tidak hanya melalui kata, tetapi lewat aksi nyata. Karena masa depan digital kita tergantung dari bagaimana hari ini kita melindungi mereka yang paling rentan.


Share this Post