Seminar Gedsi
Sumber Gambar :Jakarta – Biro Pemerintahan dan Otda Setda Provinsi Banten mengikuti kegiatan Seminar dengan tema "Peran Strategis Collaborative Governance Untuk Mendorong Pengarustamaan GEDSI Dalam Penyediaan Layanan Dasar di Daerah: Lessons Learned dari Program Kerja Sama Pembangunan Internasional”.
Plh. Kepala Pusat Fasilitasi Kerja Sama (Ahmad Fajri, SH., MH) menekankan Isu kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) merupakan pendekatan yang menekankan pentingnya kesetaraan gender dan inklusi sosial dalam semua aspek kehidupan masyarakat. GEDSI merupakan kerangka kerja atau pendekatan yang digunakan dalam pembangunan, kebijakan, dan program untuk memastikan bahwa pertimbangan gender, disabilitas, dan inklusi sosial yang lebih luas diintegrasikan ke dalam proses pengambilan keputusan.
Pesan ini disampaikan ahmad pada saat Seminar dengan tema "Peran Strategis Collaborative Governance Untuk Mendorong Pengarustamaan GEDSI Dalam Penyediaan Layanan Dasar di Daerah: Lessons Learned dari Program Kerja Sama Pembangunan Internasional” dihotel Holiday Inn & Suites Jakarta Gajah Mada Jl. Gajah Mada No.211, Glodok, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta.
Adapun, tujuan utama pendekatan pada pengarustamaan GEDSI antara lain; 1) Pada kesetaraan Gender: Mempromosikan hak, tanggung jawab, dan peluang yang setara untuk semua jenis gender, mengatasi ketidakseimbangan gender, dan menghilangkan hambatan yang dihadapi oleh perempuan dan minoritas gender. 2) Pada Inklusi Disabilitas: Memastikan penyandang disabilitas memiliki akses terhadap peluang, layanan, dan sumber daya, serta mengatasi hambatan sistemik yang mereka hadapi di masyarakat. 3) Pada Inklusi Sosial: Menciptakan seluruh lapisan masyarakat agar dapat berpartisipasi penuh dalam semua aspek kehidupan, tanpa memandang ras, etnis, orientasi seksual, latar belakang sosial ekonomi, atau identitas terpinggirkan lainnya.
Perlibatan GEDSI juga memastikan bahwa kelompok-kelompok yang marjinal dan rentan dilibatkan dalam pembuatan kebijakan, pengembangan program, dan implementasinya untuk mendorong hasil yang lebih adil dan inklusif, tambahnya
Lebih lanjut, “dalam mendukung perencanaan daerah yang inklusif, tidak dapat dilakukan secara parsial, perlu adanya kolaborasi antar berbagai pihak. Karena dalam hal ini, tidak hanya keterlibatan masyarakat saja yang penting, namun juga komitmen pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk memberikan perhatian lebih kepada isu GEDSI. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengacu pada konsep collaborative government”.
“Collaborative government adalah pendekatan tata kelola pemerintahan di mana lembaga-lembaga publik secara aktif melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk warga negara, organisasi masyarakat sipil, entitas sektor swasta, dan badan-badan pemerintah lainnya untuk berpartisipasi secara kolektif mengatasi berbagai tantangan masyarakat. Pendekatan ini menekankan transparansi, pengambilan keputusan bersama, dan pemecahan masalah secara kooperatif, yang bertujuan untuk menciptakan kebijakan dan layanan yang lebih inklusif, responsif, dan efektif”.
Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Dalam Negeri selaku pembina dan pengawas pelaksanaan pemerintah daerah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerja Sama Daerah serta peraturan turunannya, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2020 sebagai pedoman dan acuan dalam pelaksanaan kerja sama daerah khususnya kerja sama antar daerah, kerja sama daerah dengan pihak ketiga, serta kerja sama daerah dengan pemerintah daerah dan lembaga di luar negeri.
Permendagri Nomor 25 Tahun 2020 mengamanatkan bahwa dalam pelaksanaan kerja sama daerah dengan pemerintah daerah di luar negeri dan daerah dengan lembaga di luar negeri, diperlukan persetujuan dari pemerintah pusat, yang dalam hal ini dikoordinasikan dengan Menteri Dalam Negeri. Tentu saja dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri tidak bertindak sendiri, koordinasi serta kolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait sangat penting guna mendukung keberhasilan kerja sama daerah dimaksud.
”Salah satu kolaborasi yang difasilitasi Pusat Fasiltasi Kerja Sama, Kementerian Dalam Negeri yakni kerja sama dengan DFAT Australia melalui Program Sinergi dan Kolaborasi untuk Akselerasi Layanan Dasar (SKALA), dalam mendukung pengurangan kemiskinan dan ketimpangan wilayah melalui penciptaan inovasi untuk meningkatkan ketersediaan layanan dasar yang berkualitas bagi masyarakat miskin dan rentan utamanya pada daerah tertinggal. Strategi SKALA dalam implementasi pengarustamaan GEDSI, yakni menggabungkan intervensi GEDSI kedalam pelaksanaan program kegiatan sesuai arahan program, serta identifikasi strategis dalam merancang intervensi untuk memperkuat pelibatan gender, kelompok rentan dan miskin” jelas Ahmad.
Selain itu, pada kolaborasi dengan program USAID ERAT, pengarusutamaan GESI dalam proses pembangunan dilakukan melalui berbagai inisiatif, seperti mendorong perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG) pada lokus program ERAT. Lebih lanjut pada program kerja sama dengan Arbeiter Samariter Bund (ASB), intervensi isu GEDSI ada pada pelaksanaan keseluruhan program, seperti program Penguatan Tata Kelola Kelembagaan di Desa dalam upaya peningkatan layanan dan penyehatan lingkungan yang aksesibel dan peka iklim melalui peningkatan respons kemanusiaan yang ramah lingkungan. Sementara, pada program INKLUSI, fokus pada dukungan terhadap agenda pemerintah Indonesia dalam mencapai masyarakat yang inklusif dengan mendukung rencana pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Ahmad berharap, bersama dengan para mitra pembangunan internasional, mari kita berupaya memajukan inisiatif untuk mendukung kesetaraan gender, inklusi penyandang disabilitas, dan kebijakan yang lebih luas terkait inklusi sosial.